Monday 2 February 2015

Secangkir Cerita Americano


…saat pertama kali kita berbincang pada hujan malam itu, aku tahu, kamu adalah orang terakhir yang akan kubisikan perihal cinta. Lantas kamu bertanya mengapa, dan aku menuliskan kisah ini untukmu.
Perempuan itu mengenakan dress merah marun dengan mafela batik hitam yang melingkari lehernya. Sejak langit senja runtuh, ia sudah mengambil duduk di teras kafe yang berpayung terbuka. Ketika pelayan berbaju dress cokelat berenda itu menghampiri mejanya, tanpa membuka buku menu, perempuan itu tersenyum dan berbisik kecil; americanno. Ia selalu memesan secangkir kopi yang sama, yang pada akhirnya akan ia tinggalkan tanpa pernah menyesapnya sekalipun. Tapi hari itu, ia berniat tak akan beranjak; karena ada rasa yang kali ini tak henti menanjak. Dan ia meminta pada si pelayan kafe untuk menutup payung yang terbuka. Tepat ketika payung itu ditutupnya, hujan seakan tergelitik untuk bertingkah. Perempuan itu basah dan tak jua mau melangkah.
“Silakan pindah ke dalam ruang kafe, akan kami sediakan secangkir americano hangat lagi.”
Perempuan itu menggeleng. Senyum kecilnya melengkung di bibirnya yang memutih karena gigil. Tiap pasang mata, yang menempel di kaca jendela besar dalam ruang kafe mengikuti gerak si perempuan yang lebih banyak diam. Lalu lalang orang-orang dan kendaraan yang melintas, sesekali berhenti sejenak, menawarkan sepayung teduh atau tumpangan dengan perlindungan penuh. Tapi ia menggeleng, ada yang ia tunggu, bisiknya di sela-sela dingin yang mencari rumah di tubuh mungilnya. Bahkan ketika hujan melebat dan bujukan-bujukan itu juga menderas, lalu malam terus merangkak, perempuan bermafela batik itu tetap tinggal.
Di antara ramai pasang mata dan riuh perbincangan akan perempuan yang terus menunggu, ada seorang lelaki berpayung hitam yang berdiri di balik bangunan kafe. Manik mata cokelatnya berhenti pada senyum samar milik si perempuan. Ia masih ingat pesan singkat yang dikirimnya seminggu lalu; americano untuk kita berdua. Dan, ia juga tak lupa sebuah surat yang diterima setelahnya; inisial nama seorang lelaki lain dan perempuan itu dalam surat undangan, yang harusnya ia hadiri dan perempuan itu tepati. Diam-diam, mereka berdua hanya menitipkan bisik di antara rinai hujan yang merintik di atas kepul hangat americano; karena hati ini menunggu seseorang lain, kamu 
...dan secangkir janji kita di caffe americano.
…karena biasanya kisah itu dimulai tepat ketika kita merasa segalanya telah berakhir. Padamu.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment